WELCOME

يرفع الله الذين آمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات

Selasa, 18 Desember 2007

Mengenal Islam Kiri


MENGENAL ISLAM KIRI
Sebuah Kajian Atas Pemikiran Hassan Hanafie
1
Oleh : Abdul Muiz Syaerozie2



“Islam Kiri”. Begitulah gagasan yang dilontarkan Hassan Hanafi. Ia lahir bukan serta merta tanpa latar belakang apapun, tetapi berdasarkan analisis kritis terhadap berbagai realitas. Hassan Hanafie mempetakannya pada realitas internal Islam dan realitas eksternal.

Realitas Internal Islam melingkupi berbagai sisi, mulai dari sisi metode tafsir hingga sisi sosio-budaya masyarakat Islam. Berikut ini akan dipaparkan sekilas postulat-postulat yang melatar belakangi pentingnya gagasan “Islam Kiri”. Setidaknya ada empat sisi yang diamati Hassan Hanafie, yaitu sisi metode tafsir, sisi pemikiran, sisi teologi dan sisi sosio-budaya masyarakat Islam.

Yang paling dominan nampak dalam metode tafsir saat ini, menurut pengamatan Hassan Hanafie, bersifat tekstual-skriptural. Yakni, suatu cara penafsiran yang cenderung mengabaikan kritik histories dan kritik praksis. akibatnya pemahaman yang dicapai kaum muslim tidak begitu mendalam. Kedua, realitas pemikiran yang cenderung tidak menempatkan rasionalitas pada posisi netral, Kritis dan digunakan sebagai sarana dialog. Rasionalitas justru ditempatkan pada posisi kontradiktif, perselisihan dan justifikasi. Dengan kata lain, rasionalitas dianggap bertentangan dengan agama, berselisih dengan wahyu, dan bisa dibenarkan selagi berfungsi menjustifikasi atas penafiran wahyu.

Ketiga, sisi teologis yang cenderung deterministic, sentralistik dan otoritatif. Implikasinya jelas memunculkan ide tentang penguasa tunggal, penyelamat agung dan ketertundukan pada penguasa, padahal, menurut Hassan Hanafie, kondisi ini rentan manipulasi dan mengakibatkan depotisme dunia Islam. Sementara konsep telogisnya terlalu teosentris; terlalu melangit dan tidak menyentuh pada pesoalan amanusia. Akibatnya, konsep teologi Islam tidak memberikan kontribusi apapun pada kehidupan konkrit muslim.

Sedangkan dari sisi sosio-budaya, menurut Hssan Hanafie, realitas masyarakat muslim adalah masyarakat terbelakang, tertindas dan miskin. Terbelakang dapat kita amati dari lemahnya pertumbuhan sains dan tehnologi, sastra dan srsitekstur. Tertindas dapat dipahami dari sempitnya gerak dan ekspresi masyarakat muslim karena dibatasi oleh kekuatan penguasa dan kekuasaan baik ditingkat intenasional maupun kekuasaan dalam negeri.

Sementara itu, realitas ekternal Islam menunjukkan adanya ancaman kolonialisme, ancaman imperialisme, ancaman zionosme dan kapitalisme global. Kolonialisme mengancam kemerdekaan tanah air. Imperialisme mengancam teralienasinya ego muslim dan membentuk superioritas ego “the other”. Sedangkan kapitalisme global jelas memelihara kemiskinan ekonomi dalam tubuh masyarakat muslim.

Sebagai sebuah sistem gagasan, Islam Kiri berdiri diatas tiga pilar. Pertama, revitalisasi khazanah Islam klasik. Hal ini mesti dilakukan karena warisan pemikiran Islam kalsik cenderung terkonstruk nalar irfani, karenanya perlu rasionalisasi. Tampaknya, gagasan atas pentingnya rasionalisasi sengaja direduksi Hassan Hanafi dari Mu’tazilah. kedua, analisis atas realitas dunia muslim dari sisi pemikiran, social, politik dan ekonomi. Ketiga perlunya menentang peradaban Barat. Hal ini juga penting dilakukan mengingat Islam selalu mengekor pada Barat. Kondisi ini terbentuk lantara Islam diposisikan oleh Barat sebagai “the other” yang perlu diamati, diarahkan dan “modern”- kan. Dengan kata lain Islam dijadikan “objek”, sementara barat berposisi sebagai “subjek”. Dalam konteks ini pula, menurut Hassan Hanafie, Oksidentalisme menjadi penting. Jika diamati, gagasan Hanafi ini, tentu saja di elaborasi dari khawarij.

Hermeneutika Sosial Al Qur’an

Lebih lanjut, Hassan Hanafi menggagas hermeneutika social Al Qur’an, yakni dalam pengertian seperangkat metode intepretasi yang memiliki keberpihakan pada nilai-nilai kemanusiaan. Upaya penggagasan ini berawal dari kritik terhadap tidak memadainya haemeneutika klasik, kemudian mengajukan sesuatu yang ia sebut “hermeneutika social” (al-manhaj al-ijtima’i fi at-tafsir) atau “metode tafsir tematik” (methode of thematic interpretation).

Jika dipahami, maka ada beberapa tahap dalam hermeneutika social Al Qur’an yang di gagas Hassan Hanafi. Pertama, Kritik Historis. Tujuannya untuk menjamin keaslian teks dalam sejarah. Dalam kritik histories, teks dijamin keasliaanya jika, pertama, teks tidak ditulis setelah melewati masa pengalihan secara lisan tetapi teks harus ditulis pada saat pengucapan dan ditulis secara inverbal (persis sama dengan kata-kata yang diucapkan pertama kali). Kedua, adanya keutuhan teks. Dan ketiga Nabi atau Malaikat yang menyampaikan teks harus bersikap netral.

Tahap kedua adalah tahap proses pemahaman teks. Hal ini dapat dilakukan apabila penafsir tidak boleh dipengaruhi oleh dogma atau pemahaman-pemahaman yang ada, setiap fase dalam teks harus dipahami sebagai keseluruhan yang berdiri sendiri. Cara mengoprasikan tahap kedua sebagai berikut : pertama analisis linguistik. Kedua, analisis situasi sejarah (Asbab Al Nuzul) dan ketiga, generalisasi makna-makna yang dihasilkan dengan situasi luar, situasi kekinian. Dan tahap ketiga adalah tahap kritik praksis. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh relevansinya konsep-konsep yang telah tercapai dan atau mengtahui penyimpangan praksis dari konsep-konsep yang telah terumuskan.

Wallahu a’lam bissawab.

1 Disampaikan dalam diskusi rutin korp GEMPA 2006 Rayon PMII Fakultas Tarbiyyah UIN Sunan Kalijaga, pada jum’at, 18 Mei 2007.
2 Pmenatik adalah kader PMII Rayon Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga. Kini, selain sebagai Direktur CiRes (Centre for Interreligious Studies), juga sebagai Sekjend KSS (Komunitas Seniman Santri).

Tidak ada komentar: