WELCOME

يرفع الله الذين آمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات

Minggu, 18 Mei 2008


IN MEMORIAM KANG ALI
Oleh : Abdul Muiz Syaerozie


Seharusnya, santri tidak gagap technologi (GATEK). Kedepan santri tidak perlu merasa asing terhadap perkembangan technologi. Bukan sekedar menikmati, tetapi juga mampu menciptakan dan mengembangkan technologi baru, untuk kepentingan umat manusia.
Gagap technologi yang menimpa kaum santri akibat sikap pesantren yang berupaya menjauhkan santri dari dunia technologi. Seolah-olah technologi adalah bid’ah dolalah (Bid’ah yang sesat) yang harus di hindari dari dunia relegius kaum santri. Padahal, technologi sangat dibutuhkan untuk perangkat da’wah di masa kini.
Karena itu, pesantren saharusnya menghentikan prilakunya yang menganggap technologi bukan sebagai bagian penting dalam kehidupan da’wah islamiyyah. Pesantren harus mulai menata dan merumuskan technologi sebagai bagian ilmu yang patut dipahami kaum santri walaupun sebatas ekstrakulikuler.
Pendapat ini mengingatkan pada sosok Moh. Ali Hannan. Dia selalu melontarkannya saat berdiskusi dengan kawan-kawannya tentang dunia pesantren. Tak heran jika dalam setiap aktivitasnya, kang ali, demikian pria ini akrab dipanggil, selalu mendampingi santri dalam mengenal technologi.
Demikian pula, kemampuannya dalam bidang technologi, kang Ali selalu menjadi rujukan masyarakat dan santri dalam berkonsultasi tentang beragam persoalan technologi.
Satu hal yang menarik pada sosok kang Ali adalah kemampuannya menerangkan isi kitab kuning (kitab klasik) dengan menggunakan metode analogi. Dia, dalam menerangkan makna yang disampaikan kitab kuning, tak jarang menganalogikannya dengan sitem yang berlaku dalam technologi. Kemampuan menerangkan kitab kuning dengan nalar technologi adalah prestasinya yang luar biasa.
Selain itu, dia mampu membuat stasiun pemancar radio, stasiun pemancar televisi, merakit komputer, dan lain sebagainya. Penguasaan terhadap technologi, baik secara teoritik maupun praktik, diraihnya secara otodidak.
Sebab, Setamat SMP, dia tidak melanjutkan ketingkat SMU. Apalagi kuliah. Kang Ali, pasca SMP hanya mendalami ilmu keislaman tradisional di beberapa pesantren salaf. (pesantren yang tidak menggunakan sistem madrasi, melainkan sistem pengajian blandongan dan sorogan). Walaupun demikian dia selalu berinteraksi dengan dunia tecnologi.
Salah satu cita-cita besarnya adalah memberdayakan santri bukan hanya pinter ngaji, melainkan juga pinter technologi, sekaligus berakhlaqul karimah. Oleh karena itu, dia mendidik santri mengenal elektronik dan dunia komputer. Ini dilakukan melalui kursus gratis dalam setiap bulan bagi santri.
Kang Ali, enggan muncul ke publik. Namun selalu ada dalam barisan ketika gerak bersama kawan-kawanya. Misalnya dalam gerakan advokasi menuntut pemerintah memindahkan tol agar tidak melewati areal pesantren, aktif menghidupkan majalah Laduni, gesit mengcounter gerakan wahabisasi, dan lain-lain.
Kini Kang Ali telah tiada. Dalam usianya yang masih muda, belum berumah tangga, kang Ali sangat lur biasa. Cara pandangmu mampu merubah pandangan kaum santri terhadap technologi.
Selamat jalan Kang Ali, selamat jalan Kang Ali, Selamat Jalan Kang Ali, kini, aku dan semua kawanmu merasa kehilangan. semoga amal ibadahmu diterima disisi Allah Swt. Allahummaghfirlahu, warhamhu, wa akrim nuzulahu. Waj’al qobrohu raudlotan min riyadlil jinan. Amin.