WELCOME

يرفع الله الذين آمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات

Selasa, 18 Desember 2007

Islam Agama Ramah Lingkungan


ISLAM AGAMA RAMAH LINGKUNGAN
Oleh : Abdul Muiz Syaerozie



Aku gembira dengan kosmos, Karena kosmos menerima kegembiraan dari-Nya.
Aku mencintai seluruh dunia, Kaerena dunia milik-Nya.
(Sa’di)


Problem paling besar yang sedang dihadapi manusia seluruh dunia saat ini adalah krisis lingkungan. Yaitu sebuah situasi yang dapat menimbulkan malapetaka sekaligus ancaman bagi keberlangsungan hidup dan kehidupan ummat manusia.

Sebut saja beberapa peristiwa seperti Tsunami, gempa bumi, banjir bandang, luapan lumpur panas, angin puting beliung, badai, longsor, polusi dan lain-lain, semua itu merupakan serentetan peristiwa yang timbul ditengah situasi alam yang tidak menguntungkan.

Mengerikan memang. Peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan dan tidak dapat diduga terjadinya, mampu merenggut puluhan, ratusan bahkan ribuan nyawa manusia. Dalam kondisi seperti ini, meminjam bahasanya Ebit G. Ade, alam sepertinya enggan bersahabat atau Tuhan sudah mulai bosan dengan tingkah laku kita.

Kita tahu bahwa telah terjadi kemerosotan kualitas lingkungan - ditandai dengan punahnya keanekaragaman hayati, penggundulan hutan, Punahnya binatang-binatang langka, krisis air, pemanasan global, penggersangan lahan yang semakin memburuk - merupakan akibat dari sekian pilihan sikap manusia modern dalam menatap dan menilai alam. Disini, alam menjadi suatu yang “ditakdirkan” untuk diekploitasi, dijamah sekehendak hati tanpa mempertimbangkan masa depan alam dan kehidupan manusia itu sendiri. Dengan kata lain, peristiwa-peristiwa itu tidak lepas dari ego yang sombong dan kecenderungan-kecenderungan sentripetal jiwa manusia modern yang penuh nafsu.

Lalu persoalannya adalah bagaimana sebenarnya Islam memiliki pandangan tentang alam ?, apakah Islam menempatkan alam pada posisi yang berdiri sendiri tanpa ada ruang integral dari jagad religius manusia yang bersama-sama mewarisi kehidupan duniawi ini.

Jika kita amati, sikap Islam tentang alam dewasa ini telah tertutupi bungkus bagian luar gagasan-gagasan kultural, sainitifik dan tehnologi yang membahayakan lingkungan. Hal ini akibat penjamahan ilmu pengetahuan modern yang parahnya dibangun atas dasar kekuasaan dan dominasi manusia atas alam, dan tehnologi yang mencabik dunia alam tanpa mempertimbangkan hak keseimbangan alam.

Dengan demikian, manusia memiliki kebebasan secara penuh terhadap alam. Pola produksi dan pola konsumsi yang cenderung berwatak ekplotatif dan pemerkosaan sewenang-wenang terhadap alam bukanlah menjadi suatu persoalan. Sangat ironis, ketika sikap ini kemudian mengatas namakan hak-hak manusia. Pandangan modernis yang keliru ini seharusnya dihentikan, tentu dalam rangka mengatasi krisis lingkungan yang sedang terjadi.

Dalam visi perennialisme Sayyed Hossein Nasr, krisis lingkungan adalah refleksi krisis spiritual paling dalam umat manusia. Karena menangnya humanisme yang memutlakkan si manusia bumi, alam dan lingkungan di perkosa atas nama hak-hak manusia. Baginya jika pandangan tardisional Islam tentang alam dan lingkungan tidak ditegaskan kembali, krisis mengerikan ini tidak mungkin teratasi.

Pada dasarnya, pandangan Islam tentang tatanan dan lingkungan alam berakar dalam Al-Qur’an. Sedangkan jiwa yang telah ditumbuhkan dan dipelihara al Qur’an tidak memandang dunia alam sebagai musuh alamiyahnya yang harus ditaklukkan dan ditundukkan, melainkan sebagai bagian integral dari jagad religius manusia yang bersama-sama mewarisi kehidupan duniawi ini.

Al-Qur’an melukiskan alam sebagai makhluk yang pada intinya merupakan teofani yang menyelubungi dan sekaligus menyingkapkan Tuhan. Bentuk-bentuk alam merupakan “drama puitik” tak terbilang kayanya, yang menyembunyikan berbagai kualitas ilahiyah tetapi pada saat yang sama juga menyibakkan kualitas-kualitas itu bagi mereka yang mata hatinya belum dibutakan oleh ego yang sombong, dan kecenderungan sentripetal jiwa yang penuh nafsu.

Dalam Al qur’an banyak ayat yang menjelaskan tentang keagungan sifat-sifat Tuhan yang tercermin dalam alam. Dianataranya adalah ayat berikut yang artinya :
Dan Allah, dialah yang mengirimkan angin; lalu angin itu menggerakkan awan, Maka kami halau awan itu kesuatu negeri yang mati lalu kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu. (Q.S. Al Faathir. Ayat 9). Ayat ini menunjukkan segi-segi kekuasaan Allah yang tercermin dalam alam semesta.

Jika konstruksi sikap pandangan tradisional tentang alam, yakni seperti yang di lukiskan dalam al Qur’an dan dieksentuasikan oleh pernyataan-pernyataan nabi (hadits) dan tradisi-tradsi (sunnah), kembali dapat dikukuhkan, maka manusia akan selalu mempunyai kecintaan yang tinggi terhadap alam dibawah sini, yang dipandang merupakan refleksi dari realitas-realitas surgawi diatas. Sikap kecintaan terhadap alam dapat kita temui dalam sebuah syair yang saya tulis dalam awal tulisan ini. Sebuah syair yang digubah Sa’di seorang penyair Persia sekaligus sufi agung.


Dimuat dalam bulletin religiosa, jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tidak ada komentar: